PELAPISAN SOSIAL
A.
PENGERTIAN PELAPISAN SOSIAL
Kata
stratification berasal dari kata stratum, jamaknya strata yang berarti lapisan.
Menurut Pitirim A. Sorokin, pelapisan sosial adalah pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hierarkis. Hal tersebut
dapat kita ketahui adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelasyang lebih rendah
dalam masyarakat.
Menurut
P.J. Bouman, pelapisan sosial adalah golongan manusia yang ditandai dengan
suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu.Oleh
karena itu, mereka menuntut gengsi kemasyarakatan. Hal tersebut dapat dilihat
dalam kehidupan anggota masyarakatyang berada di kelas tinggi. Seseorang yang
berada di kelas tinggi mempunyai hak-hak istimewa dibanding yang berada di
kelas rendah.
Pelapisan
sosial merupakan gejala yang bersifat universal. Kapan pun dan di dalam masyarakat
mana pun, pelapisan sosial selalu ada. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
menyebut bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatuyang dihargai, maka dengan
sendirinya pelapisan sosial terjadi. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat
bisa berupa harta kekayaan, ilmu pengetahuan, atau kekuasaan.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial adalah pembedaan antar warga
dalam masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat. Wujudnya adalah
terdapat lapisan-lapisan di dalam masyarakat diantaranya ada kelas sosial
tinggi, sedang dan rendah.
Pelapisan
sosial merupakan perbedaan tinggi dan rendahnya kedudukan atau posisi seseorang
dalam kelompoknya, bila dibandingkan dengan posisi seseorang maupun kelompok
lainnya. Dasar tinggi dan rendahnya lapisan sosial seseorang itu disebabkan oleh
bermacam-macam perbedaan, seperti kekayaan di bidang ekonomi, nilai-nilai
sosial, serta kekuasaan dan wewenang.
Masyarakat
terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari
berbagai latar belakang tentu akan
membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari kelompok-kelompok
sosial. Dengan terjadinya kelompok sosial itu maka terbentuklah suatu pelapisan
masyarakat atau masyarakat yang berstrata.
Jika
dilihat dari kenyataan, maka Individu dan Masyarakat adalah Komplementer.
dibuktikan bahwa:
a)
Manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya;
b)
Individu mempengaruhi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan perubahan besar
masyarakatnya.
Menurut
Pitirim A.Sorokin, Bahwa “Pelapisan Masyarakat adalah perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis)”.
Sedangkan
menurut Theodorson dkk, didalam Dictionary of Sociology, bahwa “Pelapisan
Masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanent yang terdapat
didalam sistem sosial (dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) di dalam
pembedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan. Masyarakat yang berstratifikasi sering
dilukiskan sebagai suatu kerucut atau piramida, dimana lapisan bawah adalah
paling lebar dan lapisan ini menyempit ke atas.
B.
PELAPISAN SOSIAL CIRI TETAP KELOMPOK SOSIAL
Pembagian
dan pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi
dasar dari seluruh sistem sosial masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan
sikap dan kegiatan yang berbeda kapada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi hal
ini perlu diingat bahwa ketentuan-ketentuan tentang pembagian kedudukan antara
laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar daripada pembagian
pekerjaan, semata-mata ditentukan oleh sistem kebudayaan itu sendiri.
Didalam
organisasi masyarakat primitif, dimana belum mengenal tulisan, pelapisan
masyarakat itu sudah ada. HAl ini terwujud berbagai bentuk sebagai berikut:
1)
Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan pembedaan-pembedaan
hak dan kewajiban;
2)
Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan memiliki hak-hak
istimewa;
3)
adanya pemimpin yang saling berpengaruh;
4)
Adanya orang-orang yang dikecilkan di luar kasta dan orang yang diluar
perlindungan hukum (cutlaw men);
5)
Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri;
6)
Adanya pembedaan standar ekonomi dan didalam ketidaksamaan ekonomi itu secara
umum.
C.
TERJADINYA PELAPISAN SOSIAL
Terjadinya
Pelapisan Sosial terbagi menjadi 2, yaitu:
–
Terjadi dengan Sendirinya
Proses
ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun
orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan atas
kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara
alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu sifat yang tanpa disengaja inilah
yang membentuk lapisan dan dasar dari pada pelapisan itu bervariasi menurut
tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
-
Terjadi dengan Sengaja
Sistem
pelapisan ini dengan sengaja ditujukan untuk mengejar tujuan bersama. Dalam
sistem ini ditentukan secara jelas dan tegas adanya kewenangan dan kekuasaan
yang diberikan kepada seseorang.
Didalam
sistem organisasi yang disusun dengan cara sengaja, mengandung 2 sistem, yaitu:
1)
Sistem Fungsional, merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya
berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat.
2)
Sistem Skalar, merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari
bawah ke atas ( Vertikal ).
D.
PEMBEDAAN SISTEM PELAPISAN MENURUT SIFATNYA
Menurut
sifatnya, sistem pelapisan dalam masyarakat dibedakan menjadi:
1)
Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Dalam
sistem ini, pemindahan anggota masyarakat kelapisan yang lain baik ke atas
maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal istimewa. Di dalam
sistem yang tertutup, untuk dapat masuk menjadi dari suatu lapisan dalam masyarakat
adalah karena kelahiran. Di India, sistem ini digunakan, yang masyarakatnya
mengenal sistem kasta. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat terbagi ke
dalam :
-Kasta
Brahma : merupakan kasta tertinggi untuk para golongan pendeta;
-Kasta
Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang
sebagai lapisan kedua;
-Kasta
Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang;
-Kasta
sudra : merupakan kasta dari golongan rakyat jelata;
-Paria
: golongan bagi mereka yang tidak mempunyai kasta. seperti : kaum gelandangan,
peminta,dsb.
E.
BEBERAPA TEORI TENTANG PELAPISAN SOSIAL
Bentuk
konkrit daripada pelapisan masyarakat ada beberapa macam. Ada yang membagi
pelapisan masyarakat seperti:
1)
Masyarakat terdiri dari Kelas Atas (Upper Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
2)
Masyarakat terdiri dari tiga kelas, yaitu Kelas Atas (Upper Class), Kelas
Menengah (Middle Class) dan Kelas Bawah (Lower Class).
3)
Sementara itu ada pula sering kita dengar : Kelas Atas (Upper Class), Kelas
Menengah (Middle Class), Kelas Menengah Ke Bawah (Lower Middle Class) dan Kelas
Bawah (Lower Class).
Para
pendapat sarjana memiliki tekanan yang berbeda-beda di dalam menyampaikan
teori-teori tentang pelapisan masyarakat. seperti:
-
Aristoteles membagi masyarakat berdasarkan golongan ekonominya sehingga ada
yang kaya, menengah, dan melarat.
-Prof.Dr.Selo
Sumardjan dan Soelaiman Soemardi SH.MA menyatakan bahwa selama didalam masyarakat ada sesuatu
yang dihargai olehnya dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang
dihargainya makan barang itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya
sistem berlapis-lapis dalam masyarakat.
-Vilfredo
Pareto menyatakan bahwa ada 2 kelas yang senantiasa berbeda setiap waktu, yaitu
golongan elite dan golongan non elite.
-Gaotano
Mosoa, sarjana Italia. menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang sangat kurang
berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling maju dan penuh kekuasaan dua
kelas selalu muncul ialah kelas yang pemerintah dan kelas yang diperintah.
-Karl
Marx, menjelaskan secara tidak langsung tentang pelapisan masyarakat
menggunakan istilah kelas menurut dia, pada pokoknya ada 2 macam di dalam
setiap masyarakat yaitu kelas yang memiliki tanah dan alat-alat produksi
lainnya dan kelas yang tidak mempunyai dan hanya memiliki tenaga untuk
disumbangkan di dalam proses produksi.
Sistem
pelapisan sosial yang terjadi dalam masyarakat sangatlah mungkin terjadi,
karena adanya tingkatan kesenjangan-kesenjangan yang didasari dari beberapa hal
misalnya dari segi Ekonomi, ini akan menimbulkan stratifikasi sosial yang
sangat mencolok. Masyarakat dan lingkungan sosialnya menjadi elemen yang tak
dapat terpisahkan sehingga akan menimbulkan efek-efek tertentu sesuai dengan
pola pikir dan lingkungan masyarakt sosial itu sendiri.
Beberapa aspek
yang akan timbul akan menimbulkan kesenjangan sosial dan diskriminasi, aspek
negatif ini bisa saja terjadi pada daerah-daerah pedesaan, pasalnya pedesaan
yang umumnya petani akan senantiasa lebih dikuasai oleh tengkulak-tengkulak
yang memainkan harga pasar yang cenderung seringkali merugikan para petani,
contohnya para petani daun bakau untuk pembuatan rokok, harga bakau harus
ditentukan oleh tengkulak yang sudah bekerja sama dengan produsen rokok yang
telah memiliki nama. Tingkatan ekonomi lah yang membuat stratifikasi sosial ini
muncul, belum lagi karena jabatan dan tingkat pendidikan.
Aspek lain
dari pelapisan sosial ini bisa saja menjadi hal yang menguntugkan bagi sebagian
orang, aspek positif ini dapat kita jumpai di berbagai tempat contohnya jika
kita seorang pejabat pemerintah kita mungkin akan sedikit lebih mudah dalam
urusan birokrasi, karena adanya bantuan orang dalam yang memiliki jabatan.
Plapisan sosial di pedesaan mungkin akan menimbulkan hal baik bagi para pencari
modal apabila seseorang yang memilik tingkat ekonomi menengah ke atas
berpendidikan tinggi juga mempunyai jabatan dapat bekerja sama dengan
masyarakat ke bawah untuk saling membantu dengan mendirikan koperasi
kecil-kecilan dengan modal yang sudah di danai oleh orang yang mempunyai
pengaruh kuat di daerah itu.
Pelapisan
sosial pastilah terjadi dimanapun kita berada, namun tergantung dari bagaimana
kita menyikapi dan menjaganya agar tidak adanya kecemburuan, kesenjangan, dan
diskriminasi sosial pada masyarakat dalam tingkatan apapun, entah menengah ke
atas atau ke bawah, semua manusia dengan derajat yang sama, yang membedakan
tinggi rendah hanyalah akhlak yang mulia. Jika kita beruntung menjadi seorang
yang tinggi di mata sosial, maka jangan menyalahgunakan kedudukan tinggi tersebut,
dan jika kita berada dalam tingkatan rendah, maka berusahalah agar hidup kita
menjadi bermakna bagi orang lain meski kita hanya orang biasa yang selalu
tertindas.
Masyarakat
terbentuk dari individu-individu. Individu-individu yang terdiri dari berbagai
latar belakang tentu akan membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri
dari kelompok-kelompok sosial. Dengan terjadinya kelompok sosial itu maka
terbentuklah suatu pelapisan masyarakat atau masyarakat yang berstrata.
Jika dilihat
dari kenyataan, maka Individu dan Masyarakat adalah Komplementer. dibuktikan bahwa:
a) Manusia
dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya;
b) Individu
mempengaruhi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan perubahan besar
masyarakatnya.
Menurut
Pitirim A.Sorokin, Bahwa “Pelapisan Masyarakat adalah perbedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarchis)”.
Sedangkan
menurut Theodorson dkk, didalam Dictionary of Sociology, bahwa “Pelapisan
Masyarakat berarti jenjang status dan peranan yang relatif permanent yang
terdapat didalam sistem sosial (dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) di
dalam pembedaan hak, pengaruh, dan kekuasaan. Masyarakat yang berstratifikasi
sering dilukiskan sebagai suatu kerucut atau piramida, dimana lapisan bawah
adalah paling lebar dan lapisan ini menyempit ke atas.
KESAMAAN DERAJAT
A. PENGERTIAN KESAMAAN DERAJAT
Kesamaan
derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan
lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota
masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap
pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan
atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali
dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud
dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.
Cita-cita
kesamaan derajat sejak dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama mengajarkan
bahwa setiap manusia adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya kesamaan
derajat. Terbukti dengan adanya Universal Declaration of Human Right, yang
lahir tahun 1948 menganggap bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya sejak
lahir yang melekat pada dirinya. Beberapa hak itu dimiliki tanpa perbedaan atas
dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, karena itu bersifat asasi serta
universal.
Indonesia,
sebagai Negara yang lahir sebelum declaration of human right juga telah
mencantumkan dalam pasal-pasal UUD 1945 hak-hak azasi manusia. Pasal 27(2) UUD
1945 menyatakan bahwa, tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 29(2) menyatakan bahwa negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Dalam
UUD 1945 adanya persamaan derajat dan hak juga tercantum dalam pasal – pasalnya
secara jelas. Kalau kita lihat ada 4 pasal yang memuat ketentuan-ketentuan
tentang hak-hak asasi itu yakni pasal 27, 28, 29 dan 31.
1.1 Pasal-Pasal
di dalam UUD45 tentang Persamaan Hak
UUD
1945 menjamin hak atas persamaan kedudukan, hak atas kepastian hukum yang adil,
hak mendapat perlakuan yang sama di depan hukum dan hak atas kesempatan yang
sama dalam suatu pemerintahan.
Setiap
masyarakat memiliki hak yang sama dan setara sesuai amanat UUD 1945, yaitu
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,” setiap warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya”. Pasal 28D ayat (1) UUD
1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Pasal
28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum”. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatakan, ”Setiap orang berhak
bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat
perlindungan ddari perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Norma-norma
konstitusional di atas, mencerminkan prinsip-prinsip hak azasi manusia yang
berlaku bagi seluruh manusia secara universal.
1.2 Empat
pokok hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum pada UUD 45
Hukum
dibuat dimaksudkan untuk melindungi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa
adanya perbedaan. Jika dilihat, ada empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan
tentang hak-hak asasi, yakni pasal 27, 28, 29, dan 31.
Empat
pokok hak-hak asasi dalam 4 pasal yang tercantum di UUD 1945 adalah sebagai berikut
:
• Pokok Pertama, mengenai kesamaan
kedudukan dan kewajiban warga negara di dalam hukum dan di muka pemerintahan.
Pasal 27 ayat 1 menetapkan bahwa “Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di
dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.”
Di
dalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar di samping hak
asasi yang dimiliki oleh warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dengan demikian perumusan ini
secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali daripada
sistem perumusan “Human Rights” itu secara Barat, hanya menyebutkan hak tanpa
ada kewajiban di sampingnya.
Kemudian
yang ditetapkan dalam pasal 27 ayat 2, ialah hak setiap warga negara atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
• Pokok Kedua, ditetapkan dalam pasal
28 ditetapkan, bahwa “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh Undang-Undang”.
• Pokok Ketiga, dalam pasal 29 ayat 2
dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh
negara, yang berbunyi sebagai berikut : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”.
• Pokok Keempat, adalah pasal 31 yang
mengatur hak asasi mengenai pengajaran yang berbunyi : (1) “Tiap-tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran” dan (2) “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
1.3 Persamaan
Derajat di Dunia
Hak, Persamaan Hak dicantumkan dalam peryataan
sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia atau University Declaration Of Human
Right (1948), dalam pasal - pasalnya:
Pasal
1 (Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknyabergaul satu sama lain dalam
persaudaraan)
Pasal
2 ayat 1 (Setiap orang berhak atas semua hak – hak dan kebebasan kebebasan yang
tercantum dalam pernyataan ini dengan tak ada kecuali apa pun, seperti misalnya
bangsa, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal
mula kebangsaan atau kemasyarakatan, milik, kelahiran, ataupun kedudukan)
Pasal 7
(Sekalian orang adalah sama terhadap undang – undang dan berhak atas
perlindungan hokum yang sama dengan tak ada perbedaan. Sekalian orang berhak
atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa
pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang ditunjukan kepada perbedaan
semacam ini).
Pelapisan
sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini berkaitan satu
sama lain. Pelapisan soasial berarti pembedaan antar kelas-kelas dalam
masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan Kesamaan
derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas
yang sama tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga
negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan
bawah.
PERTENTANGAN SOSIAL DI
MASYARAKAT
A. PERBEDAAN KEPENTINGAN
Hidup
bermasyarakat adalah hidup dengan berhubungan baik antara dihubungkan dengan
menghubungkan antara individu-individu maupun antara kelompok dan golongan.
Hidup bermasyarakat juga berarti kehidupan dinamis dimana setiap anggota satu
dan lainnya harus saling memberi dan menerima. Anggota memberi karena ia patut
untuk memberi dan anggota penerima karena ia patut untuk menerima. Ikatan
berupa norma serta nilai-nilai yang telah dibuatnya bersama diantara para
anggotanya menjadikan alat pengontrol agar para anggota masyarakat tidak
terlepas dari rel ketentuan yang telah disepakati itu.
Rasa
solider, toleransi, tenggang rasa, tepa selira sebagai bukti kuatnya ikatan
itu. Pada diri setiap anggota terkandung makna adanya saling ikut merasakan dan
saling bertanggungjawab pada setiap sikap tindak baik mengarah kepada yang
positif maupun negatif. Sakit anggota masyarakat satu akan dirasakan oleh
anggota lainnya. Tetapi disamping adanya suatu harmonisasi, disisi lain keadaan
akan menjadi sebaliknya. Bukan harmonisasi ditemukan, tetapi disharmonisasi.
Bukan keadaan organisasi tetapi disorganisasi.
Sering
kita temui keadaan dimasyarakat para anggotanya pada kondisi tertentu, diwarnai
oleh adanya persamaan-persamaan dalam berbagai hal. Tetapi juga didapati
perbedaan-perbedaan dan bahkan sering kita temui pertentangan-pertentangan.
Sering diharapkan panas sampai petang tetapi kiranya hujan setengah hari,
karena sebagus-bagusnya gading akan mengalami keretakan. Itulah sebabnya
keadaan masyarakat dan negara mengalami kegoyahan-kegoyahan yang terkadang
keadaan tidak terkendali dan dari situlah terjadinya perpecahan. Sudah tentu
sebabnya, misalnya adanya pertentangan karena perbedaan keinginan.
Perbedaan
kepentingan sebenarnya merupakan sifat naluriah disamping adanya persamaan
kepentingan. Bila perbedaan kepentingan itu terjadi pada kelompok-kelompok
tertentu, misalnya pada kelompok etnis, kelompok agama, kelompok ideologi
tertentu termasuk antara mayoritas dan minoritas.
B. PRASANGKA, DISKRIMINASI, DAN ETNOSENTRISME
a. Pengertian
Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka
(prejudice) diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa
sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya
“sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu
itu buruk. Disisi lain bahasa arab “khusnudzon” yaitu anggapan baik terhadap
sesuatu.
Prasangka
menunjukkan pada aspek sikap sedangkan diskriminasi pada tindakan. Menurut
Morgan (1966) sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif
atau negarif terhadap orang, obyek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui
setelah ia bertindak atau beringkah laku. Oleh karena itu, bisa saja bahwa sikap
bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan. Jadi prasangka merupakan
kecenderungan yang tidak nampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan,
aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan
yang relaistis, sedangkan prsangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh
diri individu masing-masing.
Prasangka
ini sebagian besar sifatnya apriori, mendahului pengalaman sendiri (tidak
berdasarkan pengalaman sendiri), karena merupakan hasil peniruan atau
pengoperan langsung pola orang lain. Prasangka bisa diartikan suatu sikap yang
telampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifat
berat sebelah, dan dibarengi proses simplifikasi (terlalu menyederhanakan)
terhadap sesuatu realita. Dalam kehidupan sehari-hari prasangka ini banyak
dimuati emosi-emosi atau unsur efektif yang kuat.
Tidak
sedikit orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang-orang yang lebih
sukar berprasangka. Tampaknya kepribadian dan inteligensi, juga faktor
lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka. Orang yang
berinteligensi tinggi, lebih sukar berprasangka, karena orang-orang macam ini
bersikap dan bersifat kritis. Prasangka bersumber dari suatu sikap.
Diskriminasi menunjukkan pada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap
prasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tak dapat dipisahkan. Seseorang
yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras
yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif
tanpa latar belakang prasangka. Demikian juga sebaliknya seseorang yang
berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif.
b. Sebab-Sebab
Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
Berlatar
belakang sejarah. Orang-orang kulit putih di Amerika Serikat berprasangka
negatif terhadap orang-orang Negro, berlatar belakang pada sejarah masa lampau,
bahwa orang-orang kulit putih sebagai tuan dan orang-orang Negro berstatus
sebagai budak.
Dilatar-belakangi
oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional. Harta kekayaan orang-orang
kaya baru, diprasangkai bahwa harta-harta itu didapat dari usaha-usaha yang
tidak halal. Antara lain dari usaha korupsi dan penyalahgunaan wewenang sebagai
pejabat dan lain sebagainya.
Bersumber
dari faktor kepribadian.
Berlatar
belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.
c. Usaha-Usaha
Mengurangi atau Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
1.
Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
2.
Perluasan kesempatan belajar.
3.
Sikap terbuka dan sikap lapang.
d. Pengertian
Etnosentrisme
Etnosentrisme
yaitu suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma
kebudayaannya sendiri sebagai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan
dipergunakan sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan
kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk
menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya
sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung,
tidak luwes.
Akibatnya
etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah
pahaman dalam berkomunikasi.Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar
ideologi Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman Nazi
Hitler. Mereka merasa dirinya superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain,
dan memandang bangsa-bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dsb.
C. PERTENTANGAN SOSIAL ATAU KETEGANGAN DALAM MASYARAKAT
Konflik
(pertentangan) mengandung suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari
pada yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan
yang kasar atau perang. Dasar konflik berbeda-beda. Terdapat 3 elemen dasar
yang merupakan ciri-ciri dari situasi konflik yaitu :
Terdapatnya
dua atau lebih unit-unit atau baigan-bagian yang terlibat di dalam konflik.
Unit-unit
tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan,
tujuan-tujuan, masalah-masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun
gagasan-gagasan.
Terdapatnya
interaksi di antara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan-perbedaan tersebut.
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang
sering dihubungkan dengannya, misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat
terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu individu, sampai kepada
lingkungan yang luas yaitu masyarakat, yaitu :
Pada
taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan,
ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistik didalam diri
seseorang.
Pada
taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri
individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam
tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk
menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
Pada
taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai
dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok yang
bersangkutan berbeda. Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta
minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber
sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan yang ada dalam
kebudayaan-kebudayaan lain.
Adapun
cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
Elimination
yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yang
diungkapkan dengan : kami mengalah, kami mendongkol, kami keluar, kami
membentuk kelompok kami sendiri.
Subjugation
atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar
dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya.
Mjority
Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan
keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
Minority
Consent artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas
tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan
kegiatan bersama
Compromise
artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha
mencari dan mendapatkan jalan tengah.
Integration
artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan
ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi
semua pihak.
D. GOLONGAN-GOLONGAN YANG BERBEDA DAN INTEGRASI SOSIAL
Masyarakat
Indonesia digolongkan sebagai masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai
suku bangsa dan golongan sosial yang dipersatukan oleh kesatuan nasional yang
berwujudkan Negara Indonesia. Masyarakat majemuk dipersatukan oleh sistem
nasional yang mengintegrasikannya melalui jaringan-jaringan pemerintahan,
politik, ekonomi, dan sosial. Aspek-aspek dari kemasyarakatan tersebut, yaitu
Suku Bangsa dan Kebudayaan, Agama, Bahasa, Nasional Indonesia.
Masalah
besar yang dihadapi Indonesia setelah merdeka adalah integrasi diantara
masyarakat yang majemuk. Integrasi bukan peleburan, tetapi keserasian persatuan.
Masyarakat majemuk tetap berada pada kemajemukkannya, mereka dapat hidup serasi
berdampingan (Bhineka Tunggal Ika), berbeda-beda tetapi merupakan kesatuan.
Adapun hal-hal yang dapat menjadi penghambat dalam integrasi:
Tuntutan
penguasaan atas wilayah-wilayah yang dianggap sebagai miliknya
Isu
asli tidak asli, berkaitan dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga
negara Indonesia asli dengan keturunan (Tionghoa,arab)
Agama,
sentimen agama dapat digerakkan untuk mempertajam perbedaan kesukuan
Prasangka
yang merupakan sikap permusuhan terhadap seseorang anggota golongan tertentu
Integrasi
Sosial adalah merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam
masyarakat menjadi satu kesatuan. Unsur yang berbeda tersebut meliputi
perbedaan kedudukan sosial,ras, etnik, agama, bahasa, nilai, dan norma. Syarat
terjadinya integrasi sosial antara lain:
Anggota
masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan mereka
Masyarakat
berhasil menciptakan kesepakatan bersama mengenai norma dan nilai sosial yang
dilestarikan dan dijadikan pedoman
Nilai
dan norma berlaku lama dan tidak berubah serta dijalankan secara konsisten
Integrasi
Internasional merupakan masalah yang dialami semua negara di dunia, yang
berbeda adalah bentuk permasalahan yang dihadapinya. Menghadapi masalah
integritas sebenarnya tidak memiliki kunci yang pasti karena latar belakang
masalah yang dihadapi berbeda, sehingga integrasi diselesaikan sesuai dengan
kondisi negara yang bersangkutan, dapat dengan jalan kekerasan atau strategi
politik yang lebih lunak. Beberapa masalah integrasi internasional, antara
lain:
1.
perbedaan ideologi
2.
kondisi masyarakat yang majemuk
3.
masalah teritorial daerah yang berjarak cukup jauh
4.
pertumbuhan partai politik
Adapun
upaya-upaya yang dilakukan untuk memperkecil atau menghilangkan
kesenjangan-kesenjangan itu, antara lain:
Mempertebal
keyakinan seluruh warga Negara Indonesia terhadap Ideologi Nasional
Membuka
isolasi antar berbagai kelompok etnis dan antar daerah/pulau dengan membangun
saran komunikasi, informasi, dan transformasi
Menggali
kebudayaan daerah untuk menjadi kebudayaan nasional
Membentuk
jaringan asimilasi bagi kelompok etnis baik pribumi atau keturunan asing
E. INTEGRASI NASIONAL
Integrasi
Nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat
menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat
kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula
diartikan bahwa integrasi bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang semakin
meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayah (Mahfud MD, 1993:
71).
-
Integrasi tidak sama dengan pembauran atau asimilasi.
-
Integrasi diartikan integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme
sosial.
-
Pembauran dapat berarti asimilasi dan amalganasi.
-
Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antar dua atau lebih kebudayaan
mengenai berapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka, yang berbeda atau
bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras
(harmonis).
- Melalui
difusi (penyebaran), di mana-mana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu
kebudayaan yang berada dalam keadaan konflik dengan unsur kebudayaan
tradisional tertentu.
No comments:
Post a Comment